Hidup Dalam Penyerahan
oleh Charles Spurgeon
Bulan
ini menandai seratus tahun sudah kematian Charles Haddon Spurgeon. Seorang
pengkhotbah dari Gereja Baptis di Inggris, dengan cara khotbah yang penuh
perasaan dan ekspresif, yang telah mengubah wajah dari kekristenan injili.
Sekarang ini, seabad sesudah kematiannya, ada lebih banyak bahan tulisan yang
diihasilkan oleh Charles Spurgeon ketimbang penulis Kristen lainnya, baik yang
masih hidup maupun yang sudah meninggal dunia.
Spugeon dilahirkan
di Essex, Inggris, pada tahun 1834, dari tengah keluarga yang berlatar belakang
Protestan. Ia sangat mengagumi tokoh-tokoh Puritan yang rela mati dibakar demi
mempertahankan iman mereka, seperti contohnya John Bunyan, yang dipenjara
karena imannya.
Pertobatannya
terjadi di tahun 1850, pada usia 15 tahun. Di dalam perjalanan ke suatu tempat,
ia harus mencari tempat perlindungan karena turunnya badai salju. Ia lalu
memasuki sebuah gedung, yaitu sebuah gedung gereja kecil di pedesaan, di mana
Allah membuka hatinya bagi pesan keselamatan.
Spurgeon
menjelaskan, "Pengkhotbah itu membaca Yesaya 45:22. 'Berpalinglah
kepada-Ku dan biarkanlah dirimu diselamatkan, hai ujung-ujung bumi! Sebab
Akulah Allah dan tidak ada yang lain.' Saya tidak membutuhkan jaminan
apa-apa lagi selain firman dari ayat tersebut. Lalu, sesudah berhenti sejenak,
pengkhotbah itu menunjuk ke arah saya yang duduk di lorong masuk gereja, dan ia
berkata, 'Orang muda yang di sana itu, tampaknya sangat menderita' ... dan
pengkhotbah itu lalu berseru, 'Berpalinglah! Berpalinglah, anak muda!
Berpalinglah sekarang juga!'"
"Tidak dapat
saya katakan seperti apa rasanya saat itu, akan tetapi saya segera tahu siapa
yang harus saya percayai dan apa yang harus saya percayai... sementara salju
turun dalam perjalanan pulang saya dari rumah doa yang kecil itu, saya merasa
seolah-olah setiap kepingan salju yang jatuh itu berbicara kepada saya dan
bercerita tentang pengampunan yang saya dapatkan, karena saat itu saya merasa
putih seperti salju berkat kasih karunia Allah."
Spurgeon
menyampaikan khotbah pertamanya di tahun 1851. Sejak awal pelayanannya, gaya
dan kemampuannya terlihat jelas berada di atas rata-rata. Gayanya yang semarak
di mimbar membuatnya dijuluki sebagai "Pengkhotbah Cilik Ajaib" dan
"Raja Pengkhotbah." Ia kemudian mendirikan lembaga pendidikan
kependetaan di South Norwood, di Inggris, yang masih berdiri hingga sekarang.
Komitmen kepada
Yesus Kristus
Sebagai seorang pembicara yang bersemangat, Spurgeon berkata bahwa ia hanya memiliki satu tujuan: "Setiap naskah khotbah yang saya bawakan, saya bawa ke salib Kristus seperti seekor lebah yang terbang masuk ke dalam api lilin tanpa ragu." Ada satu hasrat besar yang selalu membakar hatinya - keinginan untuk melihat orang lain datang kepada Yesus Kristus dengan iman. "Iman yang menyelamatkan adalah suatu hubungan yang bersifat langsung dengan Kristus. Menerima, menyambut, dan bersandar kepada-Nya saja, bagi pembenaran, pengudusan dan hidup yang kekal oleh kasih karunia Allah," demikian kata Spurgeon.
Sebagai seorang pembicara yang bersemangat, Spurgeon berkata bahwa ia hanya memiliki satu tujuan: "Setiap naskah khotbah yang saya bawakan, saya bawa ke salib Kristus seperti seekor lebah yang terbang masuk ke dalam api lilin tanpa ragu." Ada satu hasrat besar yang selalu membakar hatinya - keinginan untuk melihat orang lain datang kepada Yesus Kristus dengan iman. "Iman yang menyelamatkan adalah suatu hubungan yang bersifat langsung dengan Kristus. Menerima, menyambut, dan bersandar kepada-Nya saja, bagi pembenaran, pengudusan dan hidup yang kekal oleh kasih karunia Allah," demikian kata Spurgeon.
Dengan pengabdiannya
pada isi Alkitab, pada jam doa yang ketat, dan pada kehidupan yang kudus,
Spurgeon berhasil memberi contoh tentang komitmen seorang Kirsten lewat mimbar.
cara hidupnya memberi kekuatan pada khotbahnya.
Namun ada satu sisi
lemah dari Spurgeon - yaitu kesehatannya. Seorang pakar berkata, "Mungkin
kita dapat mengatakan bahwa, sebagai seorang pengkhotbah, Spurgeon sudah
memiliki segala modal yang dibutuhkan - kecuali tubuh yang sehat. Ia terus
menerus didera berbagai macam penyakit, dan kadang kala mengalami depresi berat
akibat hal ini. Ia terkena rematik, yang akhirnya merenggut nyawanya pada usia
57.
Dari pencobaan
jasmani yang dialaminya, Charles Spugeon mendapat pelajaran mengenai
komitmen kekristenannya, yang jarang berani ditiru orang lain.
Khotbahnya tentang
Beban dan Sukacita Orang Kristen ditulis sebagai akibat dari penderitaan
jasmaninya. Di khotbah itu ia menyatakan, "Jiwa saya terbenam sangat dalam
sehingga saya kadang menangis seperti anak kecil sampai berjam-jam, namun saya
tidak tahu apa yang saya tangisi." Ia amat yakin bahwa ada kalanya beban
di dalam hati ini dibutuhkan dalam kehidupan kita. "Kemurungan bukanlah
satu sifat yang baik; saya yakin hal itu adalah suatu sifat buruk. Dan saya
merasa sangat malu karena dapat jatuh ke dalamnya, namun saya yakin tidak ada
obat untuknya kecuali iman yang kudus kepada Allah."
Panggilan untuk
Berkomitmen
Penderitaan menyiapkan kita untuk dipakai oleh Allah. Penderitaan membakar keegoisan yang seringkali menuntut perhatian dan kedudukan yang utama. Allah memanggil kita untuk membangun komitmen yang teguh kepada Yesus dengan iman. Ketika kita menjalankannya, rasa frustrasi, ketakutan, kepahitan, rasa tertolak, dan rasa terisolasi akan kehilangan kuasa atas kita; dan Kristus akan benar-benar menjadi Tuhan atas kita. Kita semua, seperti Charles Spurgeon, akan masuk ke dalam kedewasaan rohani yang jauh melebihi yang dapat kita bayangkan.
Penderitaan menyiapkan kita untuk dipakai oleh Allah. Penderitaan membakar keegoisan yang seringkali menuntut perhatian dan kedudukan yang utama. Allah memanggil kita untuk membangun komitmen yang teguh kepada Yesus dengan iman. Ketika kita menjalankannya, rasa frustrasi, ketakutan, kepahitan, rasa tertolak, dan rasa terisolasi akan kehilangan kuasa atas kita; dan Kristus akan benar-benar menjadi Tuhan atas kita. Kita semua, seperti Charles Spurgeon, akan masuk ke dalam kedewasaan rohani yang jauh melebihi yang dapat kita bayangkan.
Spurgeon berkata:
"Aku akan masuk pada kedalaman sampai ratusan kali untuk menggirangkan
satu jiwa yang putus asa. Kesengsaraan sangat baik bagi saya, karena ia
menolong saya untuk mengetahui apa yang harus disampaikan kepada jiwa-jiwa yang
sedang kelelahan."
Di dalam kesakitan
yang sangat berat ia menyampaikan khotbah terakhirnya pada tanggal 7 Juni 1891.
Charles Spurgeon berkata kepada orang-orang yang hadir saat itu, "Ia
[Yesus Kristus] adalah pemimpin yang terbaik. Tidak ada yang seperti Dia di
antara tokoh-tokoh besar yang lain. Ia selalu ditemukan di medan perang yang
paling sengit. Di tengah tiupan angin yang dingin, Ia selalu mengambil tempat
di bagian bukit yang suram. Ujung salib yang paling berat selalu membebani
pundaknya.
"Jika Ia
menyuruh kita untuk memikul suatu beban, Ia sendiri juga memikulnya. Jika ada
yang dapat disebut ramah, murah hati, baik, hangat dan melimpah dalam kasih,
anda selalu akan menemukan di dalam diri-Nya.
"Selama empat
puluh tahun lebih sudah saya melayani-Nya, terpujilah nama-Nya! Saya tidak
menerima apa pun kecuali kasih dari-Nya. Saya bersedia untuk menjalani
pelayanan yang sama selama 40 tahun lagi jika hal itu menyenangkan hati-Nya.
Pengabdian kepada-Nya adalah kehidupan, kedamaian dan sukacita. Oh, semoga anda
memasuki pelayanan-Nya saat ini juga! Allah akan mendaftarkan diri anda di
bawah panji Yesus hari ini juga! Amin."
No comments:
Post a Comment